"Ra.." Nova membuka pintu kamar.
"Ra..", "Rara.." panggil Nova setelah berhasil melihat Rara duduk dilantai bersandar di pinggiran tempat tempat tidur menghadap keluar balkon sambil memeluk boneka beruang besar berwarna pink dan disampingnya terdapat satu box berisikan beberapa lembar foto lama (Rara dan Radit) dan barang-barang lainnya.
"Zahraaa.." teriak Nova tepat dikuping Rara.
"Ih, lu apaan sih, teriak dikuping gue, pengeng' tau!" bentak Rara karena merasa dikagetkan.
"Elu tuh yang apaan, dari tadi gue panggil-panggil tapi gak nengok-nengok!" jawab Nova kesal.
"Ah, masa sih.." jawab Rara setengah nyengir.
"Au akh!" jawab Nova jengkel sambil kedua tangannya di sedekap-kan di dada.
"Ya ampun Zahra, lu pasti belom mandi deh" teriak Sofi dari arah pintu kamar, bersama Dewi yang menjinjing hanger dress berwarna biru pastel.
"Tau tuh Fi, Rara malah asik-asikan bengong disini, gue panggil-panggilin dari tadi juga gak denger dia!" balas Nova kesal.
"Ayo buruan bangun Ra, mandi cepetan!.." ucap Sofi sambil menarik tubuh Rara menuju kamar mandi.
"Ih.. apaan sih, emang kita mau kemana?" tanya Rara sambil berusaha melepas tarikan Sofi.
"2 jam lagi acara mulai Ra" jawab Dewi tenang.
"Acara apaan?" tanya Rara bingung.
"Tuh kan bener, lu pasti lupa deh!" ucap Nova.
"Hari ini gue sama Rad.." jawab Rara.
"Sella nikah Ra, dan kita jadi bridesmaid nya" potong Dewi.
"Hah?!" ucap Rara dari dalam kamar mandi.
"Lu mau gue mandiin Ra?!" tanya Sofi.
"Gak!" jawab Rara sambil menutup pintu kamar mandi.
"Yaudah buruan!" bentak Sofi.
"Hahaha rasain lu Ra" ledek Nova dan dibalas tawa Dewi.
--
Keluar dari kamar mandi menggunakan handuk kimono, Rara langsung diseret ke tempat tidur oleh Sofi.
"Sinih duduk, lu mau gue dandanin, bukan gue sih tapi Nova yang dandanin" ucap Sofi dan dijawab tawa oleh semua.
"Lu mana bisa dandan Fi? yang ada kaya badut gue" ucap Rara.
"Lu mah nama doang cewe, tapi kelakuan kaya laki" sambung Dewi.
"Eh lu liat dong gue pake dress ini" jawab Sofi.
"Iya dress, tapi sepatu nya sepatu bola" sambung Nova sambil mengangkat dress Sofi supaya terlihat sepatu kets yang dipakai memang mirip sepatu bola.
Dan dijawab tertawa oleh semua.
"Ini gue di dandanin dulu atau pake dress nya dulu nih?" tanya Rara.
"Dandan dulu boleh, kan dress nya gue buat pake resleting jadi gak akan ngerusak make up" jawab Dewi.
"Terserah" sambung Nova.
"Gue pake dress nya dulu aja deh, biar make up nya pas ke kostum" jawab Rara.
"Gak usah nanya deh Ra begitu mah" celetuk Sofi dan dijawab nyengir oleh Rara.
Setelah memakai dress dan makeup. Rara berlenggok-lenggok mengitari kamarnya seperti berjalan diatas catwalk. Gaun bernuasa pastel dengan warna biru muda dan abu-abu muda bekombinasi dengan payet-payet berkilauan yang dibuatkan Dewi semakin membuat aura kecantikan Rara terpancar.
"Lu mah emang dasarnya udah cantik Ra, baru pake dress nya aja udah wah" ucap Sofi.
"Karena gue punya Dewi, fashion stylist yang selalu bikin kostum gue jadi wah, dan muka gue makin waow setelah di makeup'in Nova" jawab Rara.
"Terus gue gak ada gunanya dong buat lu Ra?" tanya Sofi karena merasa namanya tidak disebut sebagai orang yang berjasa untuk Rara.
"Elu juga berjasa buat gue Fi, kan elu bodyguard gue, yang kemana-mana ngawal gue" jawab Rara sambil memeluk Sofi dan dibalas peluk oleh ketiganya.
"Yaudah yuk akh berangkat" ajak Dewi.
--
Di pesta pernikahan Sella. Setelah haha hihi foto sana sini.
Rara sedang memang gelas minuman dengan latar belakang tamu yang sedang berfoto di pelaminan dengan kedua pengantin.
"Hai Ra" sapa Arfan membuyarkan lamunan Rara.
"Ah..eh.. Hai Arfan" jawab Rara lelagapan.
"Kamu apa kabar Ra? Lama ya gak ketemu?" lanjut Arfan.
Rara senyum dan menjawab "Aku baik. Kamu gimana?"
"Aku juga baik. Kamu makin cantik aja Ra, pakai gaun kaya gini" puji Arfan.
"Makasi" jawab Rara datar.
Hening sejenak.
"Fan, sorry.. aku harus cari Dewi dulu" ucap Rara mengakhiri perbincangan dingin.
"Oh, ok" jawab Arfan.
Dan kemudian Rara pergi meninggalkan Arfan sendiri.
"Kamu masih belum berubah Ra" ucap Arfan saat Rara sudah pergi menjauh.
--
"Rara.. Dewi" teriak Sofi memanggil sambil melambaikan tangan agar Rara dan Dewi melihat kearahnya.
Rara melihat Sofi sedang berkumpul bersama Nova, Riki, Arul tapi yang membuat Rara agak gelisah adalah karena disana juga ada Arfan.
"Kesana yuk" ajak Dewi menuju ke kumpulan teman-teman.
"Hai Ki, Hai Rul" sapa Rara ke Riki dan Arul.
"Hai Ki, Hai Rul, Hai Fan" sapa Dewi.
"Lah Ra, kok lu gak nyapa Arfan sih?" tanya Sofi.
"Ah, ehm.. tadi udah sempet ngobrol" jawab Rara kikuk.
"Iya Fi, tadi kita sempet ngobrol sebentar" jawab Arfan membantu.
"Owh, ciyeh.." ledek Sofi sambil menyolek dagu Rara.
"Apa sih" tangkis Rara.
"Apa sih" tangkis Rara.
"Eh, Arfan and the gengs mau ke Lembang nih, kita gabung yuk" ajak Nova.
"Boleh" jawab Dewi.
"Ehm.. gue gak ikut ya gengs" ucap Rara.
"Yah, kenapa Ra?" jawab Riki.
"Ikut dong Ra, biar seru. Gue kan kangen sama lu" serang Arul.
Rara senyum kemudian bilang "sorry ya Rul, tapi hari ini gue sama Radit mau...."
"Ra, please deh lupain Radit..! Lu tuh harus move on Ra, move on!" potong Sofi.
"Gak bisa Fi, gak bisa.." jawab Rara.
"Ra, sekali ini aja lu ikut kita. Kita have fun Ra, kita becanda-canda lagi, kita seru-seruan lagi. Kita udah lama kan gak gila-gilaan bareng lagi Ra" ajak Nova sambil memegang kedua pundak Rara.
"Please Ra" rayu Dewi.
"Iya Ra, kita semua kangen sama kamu Ra" ucap Arfan pelan.
"Yaudah iya ikut, tapi pulang dulu ya, ganti baju" pinta Rara.
"Yeay" teriak Riki, Arul, Nova, Sofi, Dewi girang. Arfan senang tapi tetep stay cool.
"Gak usah pulang, nanti malah lu ngunci diri dikamer!" tolak Sofi.
"Engga Fi, beneran ganti baju" jawab Rara.
"Kerumah gue aja Ra, baju lu ada dirumah kok" ucap Dewi.
"Nah bener tuh Wi. Rumah lu kan paling jauh Ra diantara kita bertiga, beda jalur pula" sambung Nova.
"Hahaha udah deh Ra manut aja, lu udah gak bisa kabur dari kita" ucap Sofi senang.
"Kalaupun dirumah Dewi gak ada baju lu, gue tetep gak ngijinin lu pulang Ra" terang Nova.
"Terus gue gak ganti baju gitu?" tanya Rara.
"Yaelah hari gini, tinggal beli, apa juga ada" jawab Nova.
--
Setelah masing-masing berganti baju dan berkumpul di rumah Dewi. Naiklah mereka semua kedalam mobil Arfan.
Arfan pegang kemudi, ditemani Sofi dikursi depan. Rara duduk dibelakang kursi kemudi bersama Dewi dan Nova. Sedangkan Riki dan Arul di kursi belakang.
Sepanjang perjalanan mereka ngobrol satu sama lain karena memang sudah lama tak jumpa. Ketawa ketiwi menertawai diri zaman kuliah dahulu, tapi Rara hanya memberi respon seadanya.
"Rara kenapa? kok dari tadi diem aja?" tanya Arfan dari balik kemudi sambil melihat dari kaca depan mobil.
Mengetahui bahwa Rara tidak merespon. Nova langsung berkata "Eh, Ra.. bengong aja luh, ditanyain Arfan tuh" sambil menyikut Rara.
"Ah, eh.. Ehmm kenapa Fan? Sorry?" ucap Rara gelagapan.
"Itu tadi Arfan nanya, lu kenapa diem aja" jelas Nova.
"Ehm.. Aku gak apa-apa kok Fan, cuma lagi liatin jalan aja" jelas Rara dan kembali memandang keluar jendela kaca yang basah oleh tetesan air hujan.
Arfan hanya diam sambil melihat Rara dari kaca depan mobil.
"Radionya aku nyalain Fan" ucap Sofi mencoba mencairkan suasana yang sudah kurang enak didalam mobil. Dan kemudian disambung oleh Riki yang meminta volumenya dibesarkan saat radio memutarkan lagu the changcuters dan kemudian ikut bernyayi i love U bibeh.
--
Sesampainya di villa milik orangtua nya Arfan di Lembang, mereka langsung disuguhkan makan malam oleh Mang Ujang dan istri yang menjaga villa tersebut.
"Kok di aduk-aduk aja sih Ra" tanya Arul mengagetkan Rara yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk bubur kacang hijau.
"Eh, Arul. Nih buat lu" tawar Rara.
"Ahahaha gua jadi inget jaman kuliah dulu deh, yang selalu jadi tempat sampah nya elu Ra, apalagi kalau makan mie instan, lu cuma nyicip kuahnya doang, sisanya buat gue" kenang Arul.
"Terus sekarang perut lu kemana Rul, lu uda gak semok lagi kaya dulu" tanya Rara.
"Weis, yang dulu biarlah berlalu, liat dong sekarang perut gue rata" ucap Arul sambil mengangkat sedikit baju untuk memamerkan perutnya.
"Wih, jadi roti sobek nih sekarang" jawab Rara sambil memukul pelan perut Arul.
"Jadi sekarang lu gak mau terima makanan sisa gue ini dong Rul? lanjut Rara.
"Ehm" pikir Arul.
"Sini buat gue Ra" pinta Riki.
"Kalau buat lu apa sih yang engga Ra, apa aja yg lu kasih pasti gue terima Ra, apalagi cinta lu Ra, gua terima banget" sambung Riki.
"Nah kan beruang kutub dateng nih" ejek Arul kepada Riki.
"Lu berdua tukeran body ya?" tanya Rara meilhat fisik Riki dan Arul berubah.
"Ini perut tanda kebahagian Ra, artinya gue sejahtera" ucap Riki sambil mengusap perut buncitnya.
"Terus maksud lu gue gak sejahtera gitu?" umpat Arul.
"Yaudah berantem deh lu berdua. Gue mau kedepan" ucap Rara sambil pergi berlalu.
"Lah kan, elu sih Rul rese, pergi kan si Rara" ucap Riki.
"Elu tuh dateng-dateng ngegombal. Basi tau gak!" balas Arul.
"Ehm" pikir Arul.
"Sini buat gue Ra" pinta Riki.
"Kalau buat lu apa sih yang engga Ra, apa aja yg lu kasih pasti gue terima Ra, apalagi cinta lu Ra, gua terima banget" sambung Riki.
"Nah kan beruang kutub dateng nih" ejek Arul kepada Riki.
"Lu berdua tukeran body ya?" tanya Rara meilhat fisik Riki dan Arul berubah.
"Ini perut tanda kebahagian Ra, artinya gue sejahtera" ucap Riki sambil mengusap perut buncitnya.
"Terus maksud lu gue gak sejahtera gitu?" umpat Arul.
"Yaudah berantem deh lu berdua. Gue mau kedepan" ucap Rara sambil pergi berlalu.
"Lah kan, elu sih Rul rese, pergi kan si Rara" ucap Riki.
"Elu tuh dateng-dateng ngegombal. Basi tau gak!" balas Arul.
--
Rara sedang duduk bersila di halaman belakang villa sambil menyeruput coklat panas, dan tiba-tiba
"Rara" panggil Arfan.
"Rara" panggil Arfan.
Dan ketika Rara menoleh, cekrek. Rara mengangkat tangannya sambil memicingkan mata efek silau lampu blitz dari kamera yang dipakai Arfan.
"Arfan apaan sih? kalau mau foto bilang-bilang dong" ucap Rara.
"Kalau aku bilang, kamu mau pose dulu gitu?" tanya Arfan.
"Ya engga juga sih" jawab Rara.
"Ye, ya mending gak usah bilang begitu mah" ucap Arfan.
Rara menjawab dengan senyuman.
"Kamu udah makan Ra?" tanya Arfan.
"Udah" jawab Rara singkat.
"Beneran udah? bukan cuma ngaduk-ngaduk doang ya? cecar Arfan.
"Iih Arfan.." jawab Rara cemberut.
"Ikut aku yuk" ajak Arfan.
"Kemana?" tanya Rara.
"Udah ayo ikut aja" jelas Arfan.
--
Di dalam mobil, Rara tampak bingung karena Arfan sama sekali tidak memberi tau akan pergi kemana. Dan makin bingung bercampur takut saat Arfan memasuki sebuah tanah kosong yang gelap dan memarkirkan mobilnya disana. Rara melihat sekeliling dari dalam mobil dan yang dilihatnya hanya ilalang-ilalang yang walaupun tumbuh tidak terlalu tinggi tapi tetap saja membuat sekeliling terasa seram.
"Ini tempat apa?" tanya Rara berlaga berani.
"Udah ayo turun aja" ajak Arfan sambil membuka pintu mobil untuk turun.
"Kamu yakin ini tempatnya?" tanya Rara mulai panik.
"Iya, ayo turun" jawab Arfan sambil membukakan pintu untuk Rara dan mengulurkan tangannya.
Rara meraih tangan Arfan dan mulai berjalan megikuti Arfan.
"Ini dimana Fan?" tanya Rara.
"Udah kamu ikutin aja, ini udah mau sampe kok" jawab Arfan.
"Udah kamu ikutin aja, ini udah mau sampe kok" jawab Arfan.
"Pelan-pelan Fan, aku gak bisa liat" ujar Rara.
Mereka berdua berjalan beriringan membelah ilalang-ilalang dan menaiki tangga gedung tua yang tidak terpakai.
"Tadaaa" ucap Arfan di tangga terakhir dengan membuka tangannya lebar menyajikan pemandangan indah kota Bandung dimalam hari yang gemerlap lelampuan yang nampak seperti bintang-bintang dilangit.
Rara terkejut, menutup mulut dengan kedua tanggannya karena terkesima dan tak bisa berkata-kata sampai berlinang air mata melihat keindahan yang nampak di depan mata.
"Kamu suka Ra?" tanya Arfan.
Rara hanya mengangguk dan memandang jauh sekeliling.
"Aku selalu suka tempat kaya gini. Makasih ya Dit" ucap Rara.
"Eh, maaf Fan, maksud aku, aku udah suka tempat kaya gini dari dulu, jauh sebelum aku kenal Radit. Akh.. maaf Fan" jelas Rara sambil menutup muka serba salah karena lagi-lagi menyebut nama Radit.
"Hari ini hari kamu sama Radit ya Ra?" tanya Arfan hati-hati.
Rara menoleh kearah Arfan lalu membuang kembali pandangannya jauh ke depan mengambil napas panjang dan kembali hening.
"Tanggal 4 Juni, aku kenal Radit. Kita temenan dan 1 tahun kemudian tepat di tanggal 4 Juni kita jadian". jelas Rara tersenyum menahan tangis sambil tetap menatap jauh kedepan dan kembali menarik napas panjang.
"4 tahun aku sama Radit pacaran. Radit ngelamar aku pun ditanggal 4 Juni. Dan tanggal 4 Juni berikutnya dipilih jadi tanggal pernikahan aku sama Radit".
"Tanggal 4 Juni itu jadi tanggal yang paling aku nanti-nanti. Tanggal 4 Juni, dimana aku akan menjadi wanita paling bahagia di dunia karena bisa dinikahi oleh Radit. Tanggal 4 Juni akan jadi tanggal paling bersejarah dalam hidup aku. Tanggal 4 Juni, aku dan Radit akan sah jadi suami istri" ucap Rara sambil menarik napas panjang dan airmata mulai menetes dipipi.
"Tapi ternyata, tanggal 4 Juni, jadi tanggal petaka buat aku".
"Radit pergi ninggalin aku, dia pergi 4 jam sebelum akad dimulai. Radit pergi dan gak pernah kembali" ucap Rara sambil tertunduk tak kuasa menahan tangis.
(bayangan masa lalu Rara menyeruak dalam ingatan, saat-saat ia dan radit sedang mempersiapkan gedung pernikahan, undangan, fitting baju pengantin, dan gedung yang sudah selesai di dekor, susunan makanan yang sudah rapi, kursi-kursi tamu yang sudah berjejer rapi.
Bayangan Rara yang menggunakan kebaya putih lengkap dengan riasan adat jawa sedang bercanda dengan sahabat-sahabatnya Nova, Sofi, dan Dewi. Dan kemudian senyum Rara hilang saat menerima telpon dari calon adik ipar yang mengabarkan bahwa Radit mengalami kecelakaan dan kini sedang dilarikan ke rumah sakit.
Dengan kostum pengantin lengkap Rara berlari di lorong panjang rumah sakit menuju tempat Radit yang diketahui telah meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dengan histeris Rara menangisi jasad Radit, dipeluknya tubuh Radit, diguncang-guncang berharap Radit bangun).
Arfan yang sedari tadi memandangi Rara, kini mulai mendekat dan merangkul Rara untuk bersandar dipundaknya. Dibiarkanlah Rara menangis tanpa berkata-kata.
Saat dirasa Rara sudah mulai tenang, Arfan mulai muka suara.
"Udah 4 tahun ya Ra" lanjut Arfan hati-hati.
Rara hanya menganguk pelan.
"Aku rasa Radit juga sedih Ra" ucap Arfan dan kemudian Rara bangun dari sandarannya dan menatap bingung ke arah Arfan.
"Radit pasti sedih ngelihat kamu terus terpuruk kaya gini Ra" jelas Arfan.
"Rejeki, jodoh, maut itu udah ada ketetapannya kan Ra. Radit juga pasti gak mau akhirnya kaya gini tapi kan suratan takdirnya memang harus seperti ini. Kamu harus bisa ikhlasin kepergian Radit Ra, supaya Radit bisa tenang disana. Kamu mau Radit bahagia kan Ra?"
Rara kembali mengangguk pelan.
"Radit pasti bahagia kalau kamu juga bahagia, dan Radit akan sedih kalau kamu sedih Ra".
"4 tahun setelah Radit pergi, kamu bener-bener berubah Ra. Kamu jadi sering menyendiri, kamu sering bengong, kamu hobi ngelamun. Kalau ada acara, kamu juga gak pernah mau ikut. Kamu lebih sering merenung.
Padahal dulu, kamu adalah sosok yang selalu ceria yang aku kenal. Kamu selalu menyebar senyum kemana aja. Kamu selalu sapa semua orang yang kamu temui. Kamu ramah. Kamu baik. Kamu juga cerewet, suara cempreng kamu yang melengking kalau teriak kesal dikerjain Arul dan Riki" jelas Arfan sambil tersenyum.
"Suasana jadi hangat kalau ada kamu".
"Kamu itu cantik Ra, apalagi kalau senyum. Tapi sekarang senyum kamu hilang. Bahkan aku juga udah lama gak ngeliat senyum kamu. Padahal senyum kamu itu menyenangkan. Kamu berubah Ra".
Mendengar ucapan Arfan, Rara tidak bisa berkata-kata. Rara menutup bagian hidung dan mulutnya dengan punggung tangannya karena tak kuasa menahan tangis, bahkan sampai sesegukan sedang tangan lainnya mengepal kencang. Lalu dilihatlah cincin dijari manisnya. Cincin lamaran pemberian Radit yang sampai sekarang masih dipakainya. Sambil tetap menangis, perlahan cincin itu dibuka dan dilempar jauh hingga jatuh kedalam ilalang-ilalang dibawah sana. Arfan terkejut melihat tindakan Rara.
"Tolong bantu aku jadi Rara yang dulu Fan. Bantu aku jadi Rara yang selalu ceria. Bantu aku jadi Rara yang menyenangkan lagi Fan. Bantu aku jadi Rara yang cerewet Fan. Bantu aku Fan. Aku mohon" pinta Rara sambil menggenggam tangan Arfan sambil nangis sesegukan.
"Iya Ra, dengan senang hati aku akan bantu kamu jadi Rara yang dulu" jawab Arfan dan kemudian memeluk Rara dan membiarkannya menangis sambil mengusap rambut Rara.
Setelah Rara berhenti menangis. Arfan mencairkan suasana kembali.
"Udahan ya nangisnya. Matanya nanti bengkak lho"
"Beneran" jawab Rara panik sambil memegang bagian bawah matanya.
"Iyalah, kamu kan nangis sedikit aja mata udah bengkak. Apalagi ini nangisnya banyak, matanya bengep kaya disengat tawon" ejek Arfan.
"ih seriusan Arfan!"
"Ngaca aja kalau gak percaya" jawab Arfan sambil berlari menuruni anak tangga.
"Arfan tunggu.. Aku gak keliatan" teriak Rara panik karena ditinggal Arfan.
"Oh iya aku lupa, kamu kan rabun ayam ya gak bisa ngeliat gelap" ejek Arfan sambil kembali menghampiri Rara dan menggandengnya turun menuju mobil.
Sesampainya didalam mobil, Rara langsung memutar kaca depan mobil untuk memastikan apakah matanya benar-benar bengkak seperti yang dibilang Arfan.
"Bener kan bengkak" ujar Arfan.
"Iya" jawab Rara sambil cemberut manja.
"Kamu sih pake acara nangis segala".
"Lagian kamu ngajak aku kesini" ucap Rara ngambek.
"Lha, kok jadi aku sih yang salah".
"Iyalah, kan yang matanya bengkak aku" jawab Rara cemberut.
"Ok, aku yang salah. Sebagai permintaan maaf, aku akan traktir kamu makan"
"Kok makan?" tanya Rara bingung.
"Iyalah kan kamu belum makan. Pasti laper dong? Kan tadi cuma ngaduk-ngaduk doang? " jelas Arfan.
"Iya sih. Emang kamu udah makan?" tanya Rara.
"Belom, makanya aku ngajak kamu makan" jawab Arfan.
"Itu mah emang kamu aja yang laper, pake sok-sok'an ngajak makan, pake bilang aku yang laper lagi" umpat Rara.
"Hahaha biarin" tawa Arfan.
"Tapi ternyata, tanggal 4 Juni, jadi tanggal petaka buat aku".
"Radit pergi ninggalin aku, dia pergi 4 jam sebelum akad dimulai. Radit pergi dan gak pernah kembali" ucap Rara sambil tertunduk tak kuasa menahan tangis.
(bayangan masa lalu Rara menyeruak dalam ingatan, saat-saat ia dan radit sedang mempersiapkan gedung pernikahan, undangan, fitting baju pengantin, dan gedung yang sudah selesai di dekor, susunan makanan yang sudah rapi, kursi-kursi tamu yang sudah berjejer rapi.
Bayangan Rara yang menggunakan kebaya putih lengkap dengan riasan adat jawa sedang bercanda dengan sahabat-sahabatnya Nova, Sofi, dan Dewi. Dan kemudian senyum Rara hilang saat menerima telpon dari calon adik ipar yang mengabarkan bahwa Radit mengalami kecelakaan dan kini sedang dilarikan ke rumah sakit.
Dengan kostum pengantin lengkap Rara berlari di lorong panjang rumah sakit menuju tempat Radit yang diketahui telah meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dengan histeris Rara menangisi jasad Radit, dipeluknya tubuh Radit, diguncang-guncang berharap Radit bangun).
Arfan yang sedari tadi memandangi Rara, kini mulai mendekat dan merangkul Rara untuk bersandar dipundaknya. Dibiarkanlah Rara menangis tanpa berkata-kata.
Saat dirasa Rara sudah mulai tenang, Arfan mulai muka suara.
"Udah 4 tahun ya Ra" lanjut Arfan hati-hati.
Rara hanya menganguk pelan.
"Aku rasa Radit juga sedih Ra" ucap Arfan dan kemudian Rara bangun dari sandarannya dan menatap bingung ke arah Arfan.
"Radit pasti sedih ngelihat kamu terus terpuruk kaya gini Ra" jelas Arfan.
"Rejeki, jodoh, maut itu udah ada ketetapannya kan Ra. Radit juga pasti gak mau akhirnya kaya gini tapi kan suratan takdirnya memang harus seperti ini. Kamu harus bisa ikhlasin kepergian Radit Ra, supaya Radit bisa tenang disana. Kamu mau Radit bahagia kan Ra?"
Rara kembali mengangguk pelan.
"Radit pasti bahagia kalau kamu juga bahagia, dan Radit akan sedih kalau kamu sedih Ra".
"4 tahun setelah Radit pergi, kamu bener-bener berubah Ra. Kamu jadi sering menyendiri, kamu sering bengong, kamu hobi ngelamun. Kalau ada acara, kamu juga gak pernah mau ikut. Kamu lebih sering merenung.
Padahal dulu, kamu adalah sosok yang selalu ceria yang aku kenal. Kamu selalu menyebar senyum kemana aja. Kamu selalu sapa semua orang yang kamu temui. Kamu ramah. Kamu baik. Kamu juga cerewet, suara cempreng kamu yang melengking kalau teriak kesal dikerjain Arul dan Riki" jelas Arfan sambil tersenyum.
"Suasana jadi hangat kalau ada kamu".
"Kamu itu cantik Ra, apalagi kalau senyum. Tapi sekarang senyum kamu hilang. Bahkan aku juga udah lama gak ngeliat senyum kamu. Padahal senyum kamu itu menyenangkan. Kamu berubah Ra".
Mendengar ucapan Arfan, Rara tidak bisa berkata-kata. Rara menutup bagian hidung dan mulutnya dengan punggung tangannya karena tak kuasa menahan tangis, bahkan sampai sesegukan sedang tangan lainnya mengepal kencang. Lalu dilihatlah cincin dijari manisnya. Cincin lamaran pemberian Radit yang sampai sekarang masih dipakainya. Sambil tetap menangis, perlahan cincin itu dibuka dan dilempar jauh hingga jatuh kedalam ilalang-ilalang dibawah sana. Arfan terkejut melihat tindakan Rara.
"Tolong bantu aku jadi Rara yang dulu Fan. Bantu aku jadi Rara yang selalu ceria. Bantu aku jadi Rara yang menyenangkan lagi Fan. Bantu aku jadi Rara yang cerewet Fan. Bantu aku Fan. Aku mohon" pinta Rara sambil menggenggam tangan Arfan sambil nangis sesegukan.
"Iya Ra, dengan senang hati aku akan bantu kamu jadi Rara yang dulu" jawab Arfan dan kemudian memeluk Rara dan membiarkannya menangis sambil mengusap rambut Rara.
Setelah Rara berhenti menangis. Arfan mencairkan suasana kembali.
"Udahan ya nangisnya. Matanya nanti bengkak lho"
"Beneran" jawab Rara panik sambil memegang bagian bawah matanya.
"Iyalah, kamu kan nangis sedikit aja mata udah bengkak. Apalagi ini nangisnya banyak, matanya bengep kaya disengat tawon" ejek Arfan.
"ih seriusan Arfan!"
"Ngaca aja kalau gak percaya" jawab Arfan sambil berlari menuruni anak tangga.
"Arfan tunggu.. Aku gak keliatan" teriak Rara panik karena ditinggal Arfan.
"Oh iya aku lupa, kamu kan rabun ayam ya gak bisa ngeliat gelap" ejek Arfan sambil kembali menghampiri Rara dan menggandengnya turun menuju mobil.
Sesampainya didalam mobil, Rara langsung memutar kaca depan mobil untuk memastikan apakah matanya benar-benar bengkak seperti yang dibilang Arfan.
"Bener kan bengkak" ujar Arfan.
"Iya" jawab Rara sambil cemberut manja.
"Kamu sih pake acara nangis segala".
"Lagian kamu ngajak aku kesini" ucap Rara ngambek.
"Lha, kok jadi aku sih yang salah".
"Iyalah, kan yang matanya bengkak aku" jawab Rara cemberut.
"Ok, aku yang salah. Sebagai permintaan maaf, aku akan traktir kamu makan"
"Kok makan?" tanya Rara bingung.
"Iyalah kan kamu belum makan. Pasti laper dong? Kan tadi cuma ngaduk-ngaduk doang? " jelas Arfan.
"Iya sih. Emang kamu udah makan?" tanya Rara.
"Belom, makanya aku ngajak kamu makan" jawab Arfan.
"Itu mah emang kamu aja yang laper, pake sok-sok'an ngajak makan, pake bilang aku yang laper lagi" umpat Rara.
"Hahaha biarin" tawa Arfan.
--
Memasuki area pujasera, mobil melaju pelan.
"Kamu mau makan apa Ra? Nasi goreng atau pecel ayam?" tanya Arfan sambil menunjuk jejeran pedangan makanan.
"Jagung bakar" jawab Rara.
"Gak ada dalam pilihan deh tuh" ujar Arfan.
"Hahaha biarin, kan kamu nanya aku mau makan apa, ya aku jawab aku pengen jagung bakar" jawab Rara.
"Ok, kita cari parkiran dulu" ujar Arfan.
Setelah parkir dan Rara keluar menggunakan kacamata Sofi yang tertinggal di mobil Arfan untuk menutupi matanya yang bengkak akibat menangis.
"Bu, jagungnya 2 ya" pinta Arfan kepada ibu penjual jagung bakar.
"Siap jang. Eh eta si eneng matana bengkak kitu? kalian habis bertengkar nya?" ujar si ibu ketika menyadarai mata Rara bengkak.
"Ah, engga kok bu" jawab Rara sambil membenarkan posisi kacamata yang dipakainya.
"Tuh kan apa aku bilang, percuma pake kacamata juga, gak akan ngefek nutupin bengkak mata kamu" ujar Arfan bisik-bisik ke Rara.
"Nangisnya sih bener bu, cuma bukan karena berantem sama saya kok bu" jelas Arfan kepada ibu penjual jagung bakar.
"Dalam suatu hubungan teh pasti loba cobaan, nah kumaha kita bisa saling mengerti satu sama lain. Tidak boleh menuruti ego sendiri. Harus saling pengertian, dan tidak boleh main kasar" ucap si ibu dalam logat sundanya.
"Kalau sudah kasar mah neng, ah sudahlah diputus wae, itu mah sudah pasti tidak benar, ulah dijadikeun suami" ujar si ibu kepada Rara.
"Iya bu" jawab Rara dan Arfan sambil saling tatap dan nyengir gak jelas.
"Nih neng, udah jadi jagungnya buat si eneng dulu" ujar si ibu sambil memberikan jagung bakarnya kepada Rara.
Rara mengambil jagung tersebut dan langsung meniupinya. Dan saat si ibu memberikan jagung bakar untuk Arfan, dengan cepat Rara langsung merebut dan menukar dengan jagungnya miliknya.
"Bu, pesen 1 lagi ya bu" pinta Rara.
"Apaan sih Ra, kamu baru makan segigit terus kamu tuker sama jagung punya aku, sekarang kamu malah pesen lagi!" omel Arfan.
"Akh biarin, pokoknya buatin 1 lagi ya bu" jawab Rara sambil mengambil beberapa roti dan juga air mineral kemudian pergi meninggalkan Arfan yang masih ngoceh-ngoceh.
Sambil terus ngomel, Arfan dengan bingung terus memerhatikan Rara. Dan kemudian diam kagum karena ia melihat Rara menghampiri bocah jalanan yang sedang duduk termenung sendiri. Dilihatnya Rara sedang mengajak bicara bocah tersebut dan kemudian memberikan jagung dan beberapa roti juga air mineral. Rara juga terlihat seperti memberikan uang dan tak lama diusapnya kepala bocah itu sebelum pergi kembali menuju jagung bakarnya.
Saat berjalan balik, Rara menyadari bahwa ia sedang dibidik oleh kamera Arfan. Maka langsunglah Rara pose dengan gaya 2 jari dan kemudian tertawa.
"Anak pinter" ucap Arfan sambil menepuk kepala Rara saat Rara duduk disampingnya dan dijawab senyum oleh Rara.
Rara duduk di bebatuan, menikmati pemandangan teman-temannya yang sedang bermain air. Begitu lepas, tanpa beban. Seperti ada sesal karena telah lama larut dalam kesedihan.
Melihat Rara hanya duduk memperhatikan, Arfan datang menghampiri.
"Rara" panggil Arfan dan ketika Rara menoleh, di cipratkan air sungai itu ke muka Rara.
"Ayo gabung, jangan duduk aja" tarik Arfan.
Dan Rara pun kembali menikmati keceriaan yang sudah lama hilang dalam dirinya.
Tiba-tiba Arfan menghampiri dan menggenggam tangan Rara.
"Rara di taksi itu Fan? tanya Dewi dan hanya dijawab anggukan oleh Arfan dan kemudian menjalankan mobil.
"Kamu mau makan apa Ra? Nasi goreng atau pecel ayam?" tanya Arfan sambil menunjuk jejeran pedangan makanan.
"Jagung bakar" jawab Rara.
"Gak ada dalam pilihan deh tuh" ujar Arfan.
"Hahaha biarin, kan kamu nanya aku mau makan apa, ya aku jawab aku pengen jagung bakar" jawab Rara.
"Ok, kita cari parkiran dulu" ujar Arfan.
Setelah parkir dan Rara keluar menggunakan kacamata Sofi yang tertinggal di mobil Arfan untuk menutupi matanya yang bengkak akibat menangis.
"Bu, jagungnya 2 ya" pinta Arfan kepada ibu penjual jagung bakar.
"Siap jang. Eh eta si eneng matana bengkak kitu? kalian habis bertengkar nya?" ujar si ibu ketika menyadarai mata Rara bengkak.
"Ah, engga kok bu" jawab Rara sambil membenarkan posisi kacamata yang dipakainya.
"Tuh kan apa aku bilang, percuma pake kacamata juga, gak akan ngefek nutupin bengkak mata kamu" ujar Arfan bisik-bisik ke Rara.
"Nangisnya sih bener bu, cuma bukan karena berantem sama saya kok bu" jelas Arfan kepada ibu penjual jagung bakar.
"Dalam suatu hubungan teh pasti loba cobaan, nah kumaha kita bisa saling mengerti satu sama lain. Tidak boleh menuruti ego sendiri. Harus saling pengertian, dan tidak boleh main kasar" ucap si ibu dalam logat sundanya.
"Kalau sudah kasar mah neng, ah sudahlah diputus wae, itu mah sudah pasti tidak benar, ulah dijadikeun suami" ujar si ibu kepada Rara.
"Iya bu" jawab Rara dan Arfan sambil saling tatap dan nyengir gak jelas.
"Nih neng, udah jadi jagungnya buat si eneng dulu" ujar si ibu sambil memberikan jagung bakarnya kepada Rara.
Rara mengambil jagung tersebut dan langsung meniupinya. Dan saat si ibu memberikan jagung bakar untuk Arfan, dengan cepat Rara langsung merebut dan menukar dengan jagungnya miliknya.
"Bu, pesen 1 lagi ya bu" pinta Rara.
"Apaan sih Ra, kamu baru makan segigit terus kamu tuker sama jagung punya aku, sekarang kamu malah pesen lagi!" omel Arfan.
"Akh biarin, pokoknya buatin 1 lagi ya bu" jawab Rara sambil mengambil beberapa roti dan juga air mineral kemudian pergi meninggalkan Arfan yang masih ngoceh-ngoceh.
Sambil terus ngomel, Arfan dengan bingung terus memerhatikan Rara. Dan kemudian diam kagum karena ia melihat Rara menghampiri bocah jalanan yang sedang duduk termenung sendiri. Dilihatnya Rara sedang mengajak bicara bocah tersebut dan kemudian memberikan jagung dan beberapa roti juga air mineral. Rara juga terlihat seperti memberikan uang dan tak lama diusapnya kepala bocah itu sebelum pergi kembali menuju jagung bakarnya.
Saat berjalan balik, Rara menyadari bahwa ia sedang dibidik oleh kamera Arfan. Maka langsunglah Rara pose dengan gaya 2 jari dan kemudian tertawa.
"Anak pinter" ucap Arfan sambil menepuk kepala Rara saat Rara duduk disampingnya dan dijawab senyum oleh Rara.
--
Keesokan harinya, Rara and the gengs jalan-jalan untuk menuju ke curug di dekat villa. Mereka berjalan sambil bercanda bahkan sesekali sambil bernyanyi. Tapi karena si tambun Riki udah ngos-ngosan maka tujuannya tak lagi ke curug melainkan tepi sungai yang cukup jernih, disana sedang ada anak-anak yang sedang bermain air, jadilah mereka menghampiri anak-anak itu untuk ikut bergabung.
Rara duduk di bebatuan, menikmati pemandangan teman-temannya yang sedang bermain air. Begitu lepas, tanpa beban. Seperti ada sesal karena telah lama larut dalam kesedihan.
Melihat Rara hanya duduk memperhatikan, Arfan datang menghampiri.
"Rara" panggil Arfan dan ketika Rara menoleh, di cipratkan air sungai itu ke muka Rara.
"Ayo gabung, jangan duduk aja" tarik Arfan.
Dan Rara pun kembali menikmati keceriaan yang sudah lama hilang dalam dirinya.
--
Sepulang dari liburan, Rara kembali ceria. Rara kembali aktif dalam berbagai kegiatan, walau kadang masih ditemui sedang melamun sendiri. Hubungan Rara dengan Arfan pun kian dekat. Arfan sering datang ke caffe milik Rara untuk sekedar menemui Rara dan sore ini Arfan menjemput Rara untuk mengajaknya ke studio foto milik Arfan di kawasan Kemang untuk selanjutnya makan malam bersama.
"Yuk, kita udah sampe?" ajak Arfan sambil membukakan pintu mobil.
Sambil berjalan, Rara melihat ke sekeliling.
"Luas juga ya Fan galerry kamu".
"Luas juga ya Fan galerry kamu".
"Ya lumayan lah"
"Tapi kok sepi Fan?" tanya Rara.
"Kan ini Sabtu, dan tanggal merah juga Ra, jadi gak ada yang masuk" jelas Arfan dan dijawab angggukan oleh Rara.
"Kan ini Sabtu, dan tanggal merah juga Ra, jadi gak ada yang masuk" jelas Arfan dan dijawab angggukan oleh Rara.
"Yuk, itu ruangan aku" ajak Arfan sambil berlalu masuk duluan ke dalam ruangannya, dan membiarkan mata Rara berkeliling menikmati setiap foto yang ada di sudut ruangan, dan Rara terdiam, terperangah saat melihat satu sudut tembok penuh berisikan fotonya. Dilihatnya satu persatu foto itu, ada foto pertama kali masuk kuliah, foto saat sedang presentasi di kelas, foto Rara saat tertawa lepas, foto Rara diayunan yang di crop saat sedang bersama Radit, foto Rara saat pertunjukan amal untuk anak yatim, dan foto saat Rara berpose setelah memberi jagung di Lembang saat bersama Arfan, dan masih banyak lainnya.
Tiba-tiba Arfan menghampiri dan menggenggam tangan Rara.
"Ra, aku tau ini sulit. Tapi aku rasa ini saat yang tepat untuk aku bilang perasaan aku ke kamu"
"Aku suka kamu dari pertama kali kita ketemu, dan sampai hari ini rasa itu gak pernah hilang Ra"
"Aku tau, aku gak akan pernah bisa gantiin posisi Radit dihati kamu. Tapi aku mohon ijinkan aku untuk jadi bagian dihidup kamu. Karena aku mau selalu ada disaat lelah kamu. Aku mau jadi sandaraan disaat kamu sedih. Aku mau jadi seseorang yang kamu cari saat kamu terluka. Ijinkan aku mencintaimu sepenuh hati disisa hidupku ini Ra"
"Maukah kau menikah denganku?" tanya Arfan sambil menunjukan cincin untuk Rara.
Rara yang sedari tadi menahan sesak didada, tiba-tiba kaget saat melihat Arfan menunjukan cincin untuknya, dan spontan memanggil Radit dan tanpa sengaja menepis cincin itu hingga terjatuh dan kemudian Rara lari pergi meninggalkan Arfan sambil menangis keluar pagar studio foto dan menghentikan taksi yang kebetulan lewat disana.
"Pak cepet pak jalan" pinta Rara sambil terisak kepada supir taxi.
"Tapi itu neng, pacarnya" tanya supir taksi bingung melihat Arfan mengejar mencoba menghentikannya.
"Tapi itu neng, pacarnya" tanya supir taksi bingung melihat Arfan mengejar mencoba menghentikannya.
"Jalan aja pak, jalan!" jawab Rara menangis tak mempedulikan Arfan yang menggedor-gedor pintu taksi.
Pak supir menjalankan taksinya, dan memberikan pack tissu untuk Rara dan membiarkannya menangis. Dan setelah beberapa menit perjalanan. Rara masih menangis tapi sudah lebih tenang.
"Maaf neng, neng nya mau diantar kemana ya?" tanya pak supir hati-hati.
"Ke Lembang ya pak" jawab Rara sambil mengapus air mata.
--
Mobil yang dikendarain Nova, Dewi dan Sofi datang saat Arfan sudah berhenti mengejar taksi yang ditumpangi Rara dan menutupi muka dengan kedua tangannya.
"Woi, kenapa lu?! " tanya Nova nonggol dari jendela.
"Rara mana?" tanya Dewi.
"Fan, lu kenapa? terus kenapa lu lari ngejar taksi? Raranya mana?" tanya Sofi.
Minggir Va!" ucap Arfan sambil menarik Nova keluar dari kursi kemudi untuk menyuruhnya pindah ke kursi belakang bersama dengan Dewi."Rara di taksi itu Fan? tanya Dewi dan hanya dijawab anggukan oleh Arfan dan kemudian menjalankan mobil.
"Kemana?" tanya Nova.
"Gue ngelamar Rara barusan" jelas Arfan.
"Terus?" tanya Nova, Dewi dan Sofi kompak.
"Di tolak" jawab Arfan.
"Terus?" tanya Nova.
"Gua kasih dia cincin, tapi terus dia manggil Radit dan lari" jelas Arfan.
"Oh My Goddess, ini tanggal 4 keramatnya Rara sama Radit" ucap Sofi.
"Oh shit" gumam Arfan dan disambut kepanikan Nova, Dewi dan Sofi.
"Gue tau Rara kemana?" ucap Arfan pelan sambil menyalahkan mesin mobil dan menjalankannya.
"Gue tau Rara kemana?" ucap Arfan pelan sambil menyalahkan mesin mobil dan menjalankannya.
"Ya ampun terus kita harus bagaimana. Nanti kalau Rara kenapa-kenapa gimana?" ucap Nova.
"Fan, kok lu bisa sih biarin Rara pergi, kenapa gak lu cegah sih?!" sambung Sofi.
Dan kemudian Arfan menginjak rem dalam untuk menghentikan mobilnya, sehingga membuat Sofi, Nova dan Dewi terhentak kedepan.
"Fan, gila lu ya, bahaya tau ngerem ngedadak begitu!" ucap Sofi.
"Mau mati lu!" sambung Nova.
"Lu mau idup?! tanya Arfan.
"Ya iyalah, pake nanya lagi lu!" jawab Nova kesal.
"Yaudah diem! Tutup mulut lu pada!"
"Lu pikir gue bisa nyetir dengan tenang kalau lu semua pada ngebacot mojokin gue hah?!"
"Lho kok lu nyolot sih?" tanya Sofi terpancing emosi.
"Eh udah udah, semua tenang dulu deh. Jangan pada emosi dong. Ini kita kan mau ngejar Rara. Nova, Sofi, udah ya tenang" potong Dewi menenangkan.
"Fan, sorry ya, kita semua diem deh, kita juga mau ketemu Rara" ucap Dewi membujuk Arfan untuk tenang dan melanjutkan perjalanannya lagi.
Arfan menarik nafas panjang.
"Sorry ya, gue emosi"
dan kemudian menarik nafas panjang lagi.
"Gue juga sorry ya Fan, ucap Nova dan Sofi.
"Gue juga sorry ya Fan, ucap Nova dan Sofi.
Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan.
--
"Neng, ini bener disini tempatnya?" tanya pak supir saat Rara meminta berhenti didepan gedung tua yang gelap dan ditumbuhi ilalang-ilalang.
"Iya pak bener. Bapak tungguin saya ya pak, dan minta tolong lampunya di arahkan kesebelah sana pak" pinta Rara sambil menunjuk kearah yang ditumbuhi ilalang.
"Duh neng, emang mau nyari apa sih?" tanya pak supir bingung.
"Cari cincin pak" jawab Rara sambil membuka pintu taksi.
"Kenapa gak cari besok aja sih neng? ini udah malem neng, dan hujan".
"Engga apa-apa kok pak? Saya sebentar doang".
"Saya ambilkan payung di belakang ya neng?"
"Gak usah pak, terima kasih. Bapak tunggu didalam aja" jawab Rara sambil keluar dari taksi.
"Gak usah pak, terima kasih. Bapak tunggu didalam aja" jawab Rara sambil keluar dari taksi.
Rara terus merunduk membuka celah-celah ilalang berharap menemukan cincin yang ia cari. Dan tak lama kemudian mobil yang dibawa Arfan datang. Dan mereka langsung dihampiri oleh bapak supir taksi.
"Mas sama mba-mba nya temen nya neng itu kan?" tanya pak supir.
"Iya pak betul" jawab Dewi.
"Lho, ini mas nya pacarnya si eneng itu kan? yang lari-lari ngejar taksi saya tho"
"iya pak" jawab Arfan.
"Duh tolong itu pacar nya diajak pulang, dari naik taksi saya dia terus-terusan nangis gak berhenti. Dan malah ngajak saya kemari. Mau cari cincin katanya"
"Bo' ya kalau berantem jangan gini-gini amat toh mas. Kasian kan itu hujan-hujannya gitu. Gak mau saya payungin lagi mas" jelas pak supir panjang lebar.
"Saya pinjem payungnya ya Pak" tanya Arfan sambil mengambil payung yang dipegang pak supir untuk Rara.
"Sebenernya berantem kenapa sih mba, kok sampai segitunya?" tanya pak supir kepo kepada Dewi, Sofi dan Nova.
"Saya suruh cari besok saja, gak mau lho"
"Saya kan cuma ngeri mba nya itu dipatok uler kan nyari cincin di tengah ilalang gitu"
"Saya suruh cari besok saja, gak mau lho"
"Saya kan cuma ngeri mba nya itu dipatok uler kan nyari cincin di tengah ilalang gitu"
"Yang matok itu ayam pak, bukan uler" jawab Nova polos.
"Hush" protes Dewi dan Sofi.
Rara masih merangkak membuka tiap celah ilalang saat Arfan datang di depannya untuk memayunginya.
Rara memandang kearah Arfan.
"Kamu cari ini Ra?" tanya Arfan menunjukan cincin pemberian Radit.
Rara berdiri dihadapan Arfan mengambil cincin itu dan menggenggam dan mendekapkan di dadanya.
"Sepulang ke villa kemarin, aku datang kesini lagi Ra untuk cari cincin yang kamu buang itu, karena aku merasa cincin itu sangat berarti buat kamu"
"Sepulang ke villa kemarin, aku datang kesini lagi Ra untuk cari cincin yang kamu buang itu, karena aku merasa cincin itu sangat berarti buat kamu"
"Dan maaf, aku merusak tanggal 4 keramat kamu".
Rara bersandar pada Arfan dan menangis sejadi-jadinya dan kemudian payung yang dipegang Arfan jatuh karena Arfan harus memegangi tubuh Rara yang tiba-tiba roboh karena pingsan. Kemudian disambut heboh ketiga sahabatnya dan juga bapak supir taksi.
--
Rara terbangun dan memegangi kepalanya yang terasa berat sekali. Rara melihat sekeliling dan melihat dimeja samping tempat tidur ada cincin dari Radit dan juga cincin dari Arfan. Rara mencoba bangun dan mengambil cincin di meja itu. Saat Dewi dan Sofi datang.
"Udah bangun Ra?" tanya Dewi.
Rara menjawab dengan senyum sambil mengenggam cincin yang ia ambil dari meja.
"Ini dimana? Kok ada kalian?" tanya Rara heran.
"Ini dikamer villa nya Arfan" jawab Sofi dan kemudian duduk di ranjang disamping Rara, diikuti oleh Dewi dan kemudian masuklah Nova membawa bubur dan susu hangat untuk Rara yang juga langsung duduk di ranjang.
"Lu kenapa Ra?" tanya Dewi sambil memegangi tangan Rara.
"Arfan ngelamar gue" jelas Rara pada ketiga sahabatnya.
"Terus?" tanya Sofi.
"Gue gak tau.." jawab Rara gantung.
"Terus lu ngapain kesini?" tanya Nova.
"Gue nyari cincin Radit yang gue buang dulu, ternyata cincinnya ada sama Arfan" jawab Rara sambil menunjukan cincin yang ia genggam.
"Jadi lu bawa kabur supir taksi dari Kemang ke Lembang buat nyari cincin ini Ra?" celetuk Sofi dan dijawab senyum simpul oleh Rara.
"Dasar gak ber-ke-pri-supir-an luh" goda Nova. "Kasian kan anak istrinya, lakinya lu dibawa kabur".
"Lu cinta juga kan Ra sama Arfan?" tanya Dewi serius.
Tapi Rara hanya tertunduk diam.
"Ra, Arfan suka sama lu jauh sebelum lu sama Radit. Cuma dia gak berani ngomong karena tau yang lu liat itu cuma Radit" jelas Nova.
"Selain kita bertiga, orang yang paling panik di dunia ini kalau lu kenapa-kenapa ya Arfan Ra" jelas Sofi.
"Dia setia nungguin lu Ra, nunggu saat ini tiba" sambung Nova.
"Tapi Arfan punya pacar?" tanya Rara.
"Iya, dulu. Itu pun Rima yang ngomong duluan. Dan gak lama. Waktu itu Arfan coba membuka hatinya untuk orang lain Ra. Arfan coba lupain lu. Tapi semakin dia coba, semakin dia tau kalau hati dia cuma ada buat lu" jelas Sofi.
"Kenapa kalian baru bilang sekarang" tanya Rara.
"Karena percuma Ra. Lu selalu menutup diri. Lu gak pernah mau kita bahas tentang masalah percintaan lu. Yang ada di otak dan hati lu cuma Radit" jawab Dewi tegas.
"Terus sekarang gue harus gimana?" tanya Rara meneteskan airmata.
"Sorry ganggu" ucap Arfan sambil mengetuk pintu dan langsung dengan sigap Rara mengusap air matanya.
"Gue cuma mau bilang, kalau gue balik duluan ke Jakarta bareng bapak supir taksi. Dan kalau kalian masih mau disini, gak apa-apa, gue udah bilang sama Mang Ujang, jadi kalau butuh sesuatu, kalian bisa langsung ke Mang Ujang. Dan kalau mau disupirin nanti pas balik ke Jakarta, kalian juga bisa ngomong ke Mang Ujang buat disiapin supirnya" ucap Arfan berdiri dipintu kamar.
"Dan.. ehmm.. Kamu lebih cantik kalau senyum Ra. Itu pesen buat kamu dari bapak supir yang baru ketemu kamu kemarin. Iya, kamu lebih cantik kalau senyum" lanjut Arfan salah tingkah karena ada pergolakan dalam batinnya.
"Hmm..Aku minta maaf soal kemarin Ra. Aku bodoh banget, gak seharusnya aku ngomong begitu ke kamu. Sekali lagi aku minta maaf. Aku minta maaf karena udah ngerusak tanggal empat keramat kamu" ucap Arfan kemudian pergi meninggalkan Rara menangis mendengar kata-katanya dan langsung disambut pelukan oleh ketiga sahabatnya untuk menenangkannya.
"Ah 'eh iya.. Biar Arfan, kita yang jagain" jawab Rara gelagapan sambil tersenyum paksa.
"Beneran gak apa-apa nih Kak?" tanya Melly.
"Iya bener lah Mel, kan kata kamu Arfan ngingonya nyebut nama Rara terus, jadi siapa tau kalo Rara yang jaga, Arfan bisa sadar" jawab Sofi.
"Yasudah kalau memang nak Rara bersedia menjaga Arfan. Bapak bener-bener berterima kasih sekali karena merasa tertolong dan gak ada yang harus dikorbankan antara pergi umroh dan ujian nya Melly" ucap Ayah Arfan.
"Iya Om sama-sama. Senang bisa membantu" jawab Rara salah tingkah.
"Terima kasih banyak ya sayang. Ibu bener-bener gak tau harus ngomong apa. Ibu titip Arfan ya" ucap Ibunda Arfan terharu sambil memeluk Rara dan juga Sofi.
"Iya tante. Rara bakal jagain Arfan betul-betul" jawab Rara.
"Makasih ya Kak Rara, Kak Sofi" sambung Melly sambil memeluk Rara dan juga Sofi.
"Iya Melly, kamu yang fokus ya ujiannya" jawab Rara.
"Yaudah kalau gitu, kita pamit aja ya Bu, Yah?" tanya Melly kepada ibu dan ayahnya.
"Iya ayo, masih ada yang perlu disiapkan untuk besok" jawab Ayah sambil masuk ke dalam kamar untuk mengambil barang-barang mereka.
"Kita pamit ya sayang. Kebutuhan Afran sudah ada di dalam. Kalau ada apa-apa tolong langsung kabari ya" sambung Ibunda Arfan memeluk kembali Rara dan Sofi.
"Tante sama Om tenang aja, biar fokus sama ibadahya. Kalau ada perkembangan tentang Arfan, pasti Rara langsung kabari" jawab Rara.
"Yaudah nanti kontak Ayah sama ibu aku WA ya. Bye Kak Rara, Kak Sofi" sambung Melly.
Setelah semua pergi.
"Eh cumi, rese banget sih pake ngajuin diri mau jagain Arfan" ucap Rara kesal.
"Siapa yang ngajuin diri. Gue cuma ngajuin lu doang kok" jawab Sofi santai.
"Maksud lo?" Gue jaga sendiri gituh?" tanya Rara.
"Ya iyalah, lu yang meng-iya-kan lho tadi".
"Rara bakal jagain Arfan betul-betul tante" ucap Sofi menirukan Rara.
"Tega banget sih lu masa gue jaga sendiri!" ucap Rara merajuk.
"Lu yang tega kalau minta gue nemenin lu disini Ra. Lu kan tau gue punya pengalaman buruk sama yang namanya rumah sakit. Masa iya gue harus ikutan nginep disini juga".
"Tapi kan gue gak baw.."
"Alat tempur?" potong Sofi. "Tenang tar gue bawain dari rumah. Jadi lu masuk gih, gue mau balik. Udah merinding gue dari tadi disini".
"Seriusan? Lu gak mau masuk dulu liat Arfan" tanya Rara menunjuk ke pintu kamar Arfan.
"Lu mau gue bawain baju gak?" tanya Sofi.
"Ya mau"
"Yaudah gue balik"
"Ihh..!"
"Hahahaha bye Rara, jaga Arfan betul-betul ya nak" ledek Sofi sambil berlalu.
"Rese lu!"
"Salam buat Arfan ya, yang lama gak apa-apa deh tidurnya, biar lu puas mandanginnya hahaha.."
"Dasar cumi..!"
Sofi pergi. Tinggallah Rara berdiri didepan pintu kamar. Memandangi Arfan yang terbaring dari balik kaca kecil yang ada di pintu kamar.
Menarik napas dan membuka pintu perlahan dan masuk perlahan menghampiri Arfan.
"Hai Fan" Ucap Rara duduk sambil menyentuh jemari Arfan.
"Udah berapa lama kamu tidur disini?"
"Kamu bosen tidur dikamar kamu sendiri ya sampe harus tidur di sini? Apa sih gue garing banget haha"
"Fan, udah lama ya kita gak ketemu. Aku mau minta maaf soal kejadian di galery kamu waktu itu.. Aku bener-bener gak tau apa yang aku lakuin. Yang jelas aku minta maaf karena itu pasti nyakitin kamu"
"Aku minta maaf Fan. Karena lagi-lagi aku nyakitin kamu"
"Mungkin aku adalah orang paling jahat dan paling bodoh di muka bumi ini, karena terus nyakitin kamu dengan atau tanpa sadar.
"Sejak kejadian itu, kamu hilang. Kamu gak pernah temuin aku lagi. Bahkan kamu gak pernah hubungi aku. Dan aku juga takut untuk nemuin kamu. Aku cemen ya Fan? Aku yang salah tapi aku gak berani untuk minta maaf duluan ke kamu"
"Waktu itu aku pikir kalau kamu pasti marah dan benci sama aku, makanya kamu menghilang. Dan aku merasa gak pantes untuk dapat maaf dari kamu. Aku ngerasa bersalah karena terus nyakitin kamu dari dulu.."
"Tapi Fan.., semua kejadian itu bikin aku sadar kalau sebenernya aku kehilangan kamu. Aku hampa gak ada kamu. Aku ketergantungan kamu Fan"
"Awalnya aku pikir ini cuma masalah waktu, dari kamu selalu ada di hari-hari aku dan tiba-tiba kamu menghilang. Tapi aku tau rasa ini. Rasa yang sama waktu Radit pergi"
"Fan..aku jatuh cinta sama kamu"
"Dan itu jauh sebelum aku baca surat dari Radit" ucap Rara menunduk dan air matanya jatuh.
"Semua udah terlambat. Bener-bener terlambat.
"Saat chat aku kamu abaikan. Sedih rasanya. Maafin aku Fan kalau selama ini gak peduli keberadaan kamu"
"Kamu sakit dan ngingo nama aku aja itu kaya secercah cahaya untuk aku Fan. Tanda kalau kamu gak benci sama aku. Tapi gak tau deh kalau kamu udah sadar mah"
"Fan.. aku kangen sama kamu. Aku pengen ketemu sama kamu lagi. Tapi gak di rumah sakit begini. Dan gak dalam keadaan kamu seperti ini Fan"
"Please bangun Fan, kasih aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua"
"Fan.. bangun Fan.. Kamu gak bosen apa tidur terus?"
"Kamu tuh lagi ngapain sih sampe bisa kecelakaan dan jadi kaya gini?"
"Fan, masa kamu tega biarin aku ngoceh sendiri tengah malem begini? Bangun dong Fan biar aku gak kaya radio ngomong sendiri begini" lanjut rara sambil mengoyangkan tangan Arfan yang sedari tadi di genggamnya dan kemudian menarik napas panjang.
"Dulu kamu kaya gini ya Fan, aku diemin. Maaf ya Fan ternyata gak enak di cuekin. Aku bener-bener nyesel udah nyia-nyiain kamu. Kamu luar biar biasa sabar ngadepin aku yang sama sekali gak pernah anggap kamu"
Ya Tuhan berapa jahatnya aku sama kamu Fan. Aku bener-bener minta maaf" ucap Rara sambil mencium tangan Arfan dan kemudian di pandanginya wajah Arfan dalam-dalam.
Kelamaan ngoceh sendirian, akhirnya Rara tertidur sambil memegang tangan Arfan dan terbangun karena silau terkena sinar matahari yang masuk melalui celah jendela kaca dan kemudian Rara kaget melihat Arfan sudah sadar dan sedang tersenyum melihat ke arahnya.
"Arfan.. kamu udah bangun?"
"Udah"
"Sejak kapan?"
"Ya lumayan lama lah aku dengerin radio ngoceh"
"Akh seriusan Fan? Kamu dengerin semua omongan aku?"
"Hmm.. kurang lebih lah" jawab Arfan mengganguk sambil senyum meledek.
small;">"Ihh.. kamu jahat banget sih dengerin aku tapi akunya di diemin" ucap Rara sambil cemberut.
"Arfan ngelamar gue" jelas Rara pada ketiga sahabatnya.
"Terus?" tanya Sofi.
"Gue gak tau.." jawab Rara gantung.
"Terus lu ngapain kesini?" tanya Nova.
"Gue nyari cincin Radit yang gue buang dulu, ternyata cincinnya ada sama Arfan" jawab Rara sambil menunjukan cincin yang ia genggam.
"Jadi lu bawa kabur supir taksi dari Kemang ke Lembang buat nyari cincin ini Ra?" celetuk Sofi dan dijawab senyum simpul oleh Rara.
"Dasar gak ber-ke-pri-supir-an luh" goda Nova. "Kasian kan anak istrinya, lakinya lu dibawa kabur".
"Lu cinta juga kan Ra sama Arfan?" tanya Dewi serius.
Tapi Rara hanya tertunduk diam.
"Ra, Arfan suka sama lu jauh sebelum lu sama Radit. Cuma dia gak berani ngomong karena tau yang lu liat itu cuma Radit" jelas Nova.
"Selain kita bertiga, orang yang paling panik di dunia ini kalau lu kenapa-kenapa ya Arfan Ra" jelas Sofi.
"Dia setia nungguin lu Ra, nunggu saat ini tiba" sambung Nova.
"Tapi Arfan punya pacar?" tanya Rara.
"Iya, dulu. Itu pun Rima yang ngomong duluan. Dan gak lama. Waktu itu Arfan coba membuka hatinya untuk orang lain Ra. Arfan coba lupain lu. Tapi semakin dia coba, semakin dia tau kalau hati dia cuma ada buat lu" jelas Sofi.
"Kenapa kalian baru bilang sekarang" tanya Rara.
"Karena percuma Ra. Lu selalu menutup diri. Lu gak pernah mau kita bahas tentang masalah percintaan lu. Yang ada di otak dan hati lu cuma Radit" jawab Dewi tegas.
"Terus sekarang gue harus gimana?" tanya Rara meneteskan airmata.
"Sorry ganggu" ucap Arfan sambil mengetuk pintu dan langsung dengan sigap Rara mengusap air matanya.
"Gue cuma mau bilang, kalau gue balik duluan ke Jakarta bareng bapak supir taksi. Dan kalau kalian masih mau disini, gak apa-apa, gue udah bilang sama Mang Ujang, jadi kalau butuh sesuatu, kalian bisa langsung ke Mang Ujang. Dan kalau mau disupirin nanti pas balik ke Jakarta, kalian juga bisa ngomong ke Mang Ujang buat disiapin supirnya" ucap Arfan berdiri dipintu kamar.
"Dan.. ehmm.. Kamu lebih cantik kalau senyum Ra. Itu pesen buat kamu dari bapak supir yang baru ketemu kamu kemarin. Iya, kamu lebih cantik kalau senyum" lanjut Arfan salah tingkah karena ada pergolakan dalam batinnya.
"Hmm..Aku minta maaf soal kemarin Ra. Aku bodoh banget, gak seharusnya aku ngomong begitu ke kamu. Sekali lagi aku minta maaf. Aku minta maaf karena udah ngerusak tanggal empat keramat kamu" ucap Arfan kemudian pergi meninggalkan Rara menangis mendengar kata-katanya dan langsung disambut pelukan oleh ketiga sahabatnya untuk menenangkannya.
--
Di dalam kamar, Rara membongkar lemari dan mengeluarkan box besar berisi barang-barang kenangan dari Radit. Dilihatnya kembali foto-foto mereka. Dipeluk teddy bear besarnya, di usap-usap kepalanya seperti kepada binatang peliharaan dan tiba-tiba tangan Rara terhenti di bagian belakang karena merasakan ada lubang.
"Leher kamu bolong teddy, coba aku liat ya" ucap Rara pada teddy bear dan Rara terkejut karena ada kertas yg dipilin didalamnya.
"Apaan nih?" tanya Rara sambil membuka lintingan kertas itu yang ternyata adalah sebuah surat.
Hai calon istri..
Hai calon ibu dari anak-anak aku nanti..
Ah, gugup banget aku sampe nulis surat begini coba 😂
Harus banget ya sayang dipingit seminggu gini? sehari aja aku udah kangen berat sama kamu 😘
Sayang, aku gak sabar nunggu tanggal 4 kita. Tanggal 4 kamu akan sah jadi istri aku, dan aku akan kasih 4 anak sekaligus buat kamu ahahahaha
Hai calon istri..
Hai calon ibu dari anak-anak aku nanti..
Ah, gugup banget aku sampe nulis surat begini coba 😂
Harus banget ya sayang dipingit seminggu gini? sehari aja aku udah kangen berat sama kamu 😘
Sayang, aku gak sabar nunggu tanggal 4 kita. Tanggal 4 kamu akan sah jadi istri aku, dan aku akan kasih 4 anak sekaligus buat kamu ahahahaha
Tapi sayang.. seperti ada yang mengganjal di hati aku, ada yang aneh rasanya, entah saking nervous nya aku menanti tanggal 4 kita atau gimana sayang. Aku juga gak ngerti.
Tapi yang jelas yang aku tau bahwa kamu adalah cinta matinya aku, begitu pun sebaliknya.
Aku akan bahagiain kamu sampai maut memisahkan kita.
Jika nanti aku yang lebih dulu menghadap Tuhan, aku minta kamu untuk meng-ikhlas-kan aku.
Jika aku yang lebih dulu meninggalkan kamu, aku harap jangan tangisi aku.
Entahlah sayang, aku rasa aku takut jika aku benar-benar meninggalkanmu sendiri.
Sayang, jika itu benar terjadi. Jika aku benar meninggalkanmu.
Maukah kau menerima Arfan dengan tulus untuk menggantikan posisi aku?
Rara mengeriltkan kening karena bingung pada apa yang dibacanya.
Kamu mencintaiku.
Aku mencintaimu.
Arfan, mencintaimu melebihi aku mencintaimu.
Arfan mencintaimu jauh sebelum aku mencintaimu.
Arfan mencintaimu tanpa mau merusak kita.
Arfan mencintaimu dalam diamnya.
Arfan mencintaimu sepenuh hatinya.
Rara terdiam sejenak, bingung karena nama Arfan disebut dalam surat Radit.
Iya, sayang. Cuma Arfan yang aku percaya menjaga hati dan cinta kamu.
Cuma Arfan yang rela menjagamu jika aku tidak ada.
Kamu di penuhi oleh cinta aku dan juga cintanya.
Cinta ku dan cinta Arfan masih tetap sama hingga kini.
Cintamu - Radit
Rara menangis tersedu-sedu memeluk surat dari Radit.
"Kenapa baru sekarang kamu kasih tau ini ke aku Dit?" ucap Rara sambil menguncang-guncang boneka beruang dan kemudian memeluknya.
Semalaman Rara merenung sambil memeluk teddy bear. Lalu jam 04.00 Rara memfoto surat Radit dan mengirimkannya ke WA Arfan.
"Kenapa kamu gak bilang Fan?" ketik Rara.
dipandangi terus chat itu yang masih saja ceklis terkirim dan belum dibaca oleh Arfan.
Beberapa menit kemudian, handphone Rara berbunyi tanda ada pesan masuk. Langsung dengan cepat diambil dan dibuka chat masuk itu yang ternyata balasan dari Arfan.
"Buat apa aku bilang? Supaya kamu iba dan kasian sama aku dan akhirnya nerima aku?
Maaf Ra, aku gak mau kaya gitu.
Yang aku mau, kamu mencintaiku apa adanya.
Yang aku mau, kamu mencintaiku dengan tulus.
Yang aku mau, kamu mencintaiku tanpa alasan.
Bukan karena Radit"
Rara menangis membaca balasan chat dari Arfan.
"Maaf Fan" ketik Rara dan hanya dibaca saja oleh Arfan.
Tapi yang jelas yang aku tau bahwa kamu adalah cinta matinya aku, begitu pun sebaliknya.
Aku akan bahagiain kamu sampai maut memisahkan kita.
Jika nanti aku yang lebih dulu menghadap Tuhan, aku minta kamu untuk meng-ikhlas-kan aku.
Jika aku yang lebih dulu meninggalkan kamu, aku harap jangan tangisi aku.
Entahlah sayang, aku rasa aku takut jika aku benar-benar meninggalkanmu sendiri.
Sayang, jika itu benar terjadi. Jika aku benar meninggalkanmu.
Maukah kau menerima Arfan dengan tulus untuk menggantikan posisi aku?
Rara mengeriltkan kening karena bingung pada apa yang dibacanya.
Kamu mencintaiku.
Aku mencintaimu.
Arfan, mencintaimu melebihi aku mencintaimu.
Arfan mencintaimu jauh sebelum aku mencintaimu.
Arfan mencintaimu tanpa mau merusak kita.
Arfan mencintaimu dalam diamnya.
Arfan mencintaimu sepenuh hatinya.
Rara terdiam sejenak, bingung karena nama Arfan disebut dalam surat Radit.
Iya, sayang. Cuma Arfan yang aku percaya menjaga hati dan cinta kamu.
Cuma Arfan yang rela menjagamu jika aku tidak ada.
Kamu di penuhi oleh cinta aku dan juga cintanya.
Cinta ku dan cinta Arfan masih tetap sama hingga kini.
Cintamu - Radit
Rara menangis tersedu-sedu memeluk surat dari Radit.
"Kenapa baru sekarang kamu kasih tau ini ke aku Dit?" ucap Rara sambil menguncang-guncang boneka beruang dan kemudian memeluknya.
Semalaman Rara merenung sambil memeluk teddy bear. Lalu jam 04.00 Rara memfoto surat Radit dan mengirimkannya ke WA Arfan.
"Kenapa kamu gak bilang Fan?" ketik Rara.
dipandangi terus chat itu yang masih saja ceklis terkirim dan belum dibaca oleh Arfan.
Beberapa menit kemudian, handphone Rara berbunyi tanda ada pesan masuk. Langsung dengan cepat diambil dan dibuka chat masuk itu yang ternyata balasan dari Arfan.
"Buat apa aku bilang? Supaya kamu iba dan kasian sama aku dan akhirnya nerima aku?
Maaf Ra, aku gak mau kaya gitu.
Yang aku mau, kamu mencintaiku apa adanya.
Yang aku mau, kamu mencintaiku dengan tulus.
Yang aku mau, kamu mencintaiku tanpa alasan.
Bukan karena Radit"
Rara menangis membaca balasan chat dari Arfan.
"Maaf Fan" ketik Rara dan hanya dibaca saja oleh Arfan.
--
Rara sedang mengobrol dengan Sofi saat tiba-tiba handphone nya berdering.
"Arfan nelpon Fi" ucap Rara kaget saat melihat bahwa itu telpon dari Arfan, orang yang sedang dinanti-nanti kabarnya.
"Arfan nelpon Fi" ucap Rara kaget saat melihat bahwa itu telpon dari Arfan, orang yang sedang dinanti-nanti kabarnya.
"Yaudah buruan angkat" jawab Sofi.
Rara menggeleng.
"Ihh, sinih!" jawab Sofi gemas sambil merebut handphone Rara dan mengangkat telponnya dan kemudian di loadspeaker.
"Hallo" ucap Rara hati-hati.
"Hallo, ini benar dengan Kak Rara" ucap seorang dari ujung telpon.
"Iya betul" jawab Rara bingung sambil melirik Sofi yang kemudian mengangkat bahu tanda tak tau.
"Maaf ganggu Ka, aku Melly, adiknya Ka Arfan. Kak Arfan kecelakaan Kak"
"Apa? Kecelakaan?" jawab Rara kaget, begitupun dengan Sofi.
"Terus gimana sekarang keadaannya?" tanya Rara.
"Kak Arfan baru bangun dari koma Kak. Kak Arfan gak berhenti sebut-sebut nama Kak Rara. Makanya aku beranikan diri buat cari tau Kakak di handphone Kak Arfan, dan aku tlp Kakak.." jelas Melly menahan tangis.
"Tolong kesini Kak" sambung Melly tak kuasa menahan tangis.
"Iya, Arfan dirawat dimana?" tanya Rara.
"Rumah Sakit Graha Medika"
"Oke, kamu tenang ya Melly, aku kesana sekarang" jawab Rara dan kemudian bergegas ke RS.
"Oke, kamu tenang ya Melly, aku kesana sekarang" jawab Rara dan kemudian bergegas ke RS.
"Ayo Fi" ajak Rara ke Sofi.
"Iya, lu tenang ya Ra, biar gue yang nyetir" jawab Sofi.
Di RS, Rara disambut oleh Melly yang sudah menunggunya.
"Kak Rara?" tanya Melly menghampiri untuk menyakinkan.
"Iya aku" jawab Rara dan kemudian memeluk Melly.
"Ini Sofi, sahabat aku, temennya Arfan juga" ucap Rara memperkenalkan Sofi ke Melly dan kemudian mereka bersalaman.
"Gimana keadaan Arfan?" tanya Rara dan Sofi kompak.
"Ayo Kak, kita ke kamar" ajak Melly.
"Ibu, Ayah. Ini Kak Rara dan Kak Sofi temennya Kak Arfan" ucap Melly kepada Ibu dan ayahnya.
"Sore Om, Tante" ucap Rara dan Sofi sambil mencium tangan kedua orang tua Arfan.
"Kamu Rara?' tanya ibunda Arfan kepada Rara sambil memegangi wajah Rara dengan kedua tangannya.
"Ibu sama Ayah kok diluar sih?" tanya Melly.
"Iya, kita disuruh keluar dulu, Kakak mu mau diperiksa dokter" jawab ayah.
"Yaudah ibu sama ayah pulang aja, besok kan harus berangkat pagi" ucap Melly.
"Setelah ayah dan ibu diskusi, kami batalkan aja nak" jawab Ayah.
"Ibu mau jaga Kakak kamu aja" lanjut Ibu.
"Gak bisa gitu dong bu, yah. Sayang uangnya dan nanti susah lagi ngurus segala macemnya" jawab Melly sedikit meninggi.
"Pokonya ibu sama ayah tetep berangkat. Biar Melly yang jagain Kakak" jawab Melly tegas.
"Maaf om, tante, Rara potong. Kalau boleh tau om, tante sama Melly mau pergi kemana ya?" tanya Rara hati-hati.
"Besok ayah sama ibu harus berangkat umroh Kak, harusnya hari ini tuh dirumah, istirahat buat besok bukan malah disini" jawab Melly ketus.
"Iya tapi kan, kamu juga kan besok harus ke Jogja untuk tes masuk ke UGM, kampus yang cita-citakan dari dulu!" sambung Ayah.
"Gak apa-apa Yah, biar Melly kuliah di sini aja" jawab Melly.
"Tapi nak.." lanjut ibu.
"Ehm.. gimana kalau yang jagain Arfan, Rara aja" ucap Sofi spontan. "Jadi Om, Tante sama Melly bisa pergi tanpa khawatir siapa yang jagain Arfan. Kita janji deh bakal kasih tau perkembangannya Arfan".
"Iya kan Ra?" tanya Sofi sambil menyikut Rara."Kak Rara?" tanya Melly menghampiri untuk menyakinkan.
"Iya aku" jawab Rara dan kemudian memeluk Melly.
"Ini Sofi, sahabat aku, temennya Arfan juga" ucap Rara memperkenalkan Sofi ke Melly dan kemudian mereka bersalaman.
"Gimana keadaan Arfan?" tanya Rara dan Sofi kompak.
"Ayo Kak, kita ke kamar" ajak Melly.
"Ibu, Ayah. Ini Kak Rara dan Kak Sofi temennya Kak Arfan" ucap Melly kepada Ibu dan ayahnya.
"Sore Om, Tante" ucap Rara dan Sofi sambil mencium tangan kedua orang tua Arfan.
"Kamu Rara?' tanya ibunda Arfan kepada Rara sambil memegangi wajah Rara dengan kedua tangannya.
"Ibu sama Ayah kok diluar sih?" tanya Melly.
"Iya, kita disuruh keluar dulu, Kakak mu mau diperiksa dokter" jawab ayah.
"Yaudah ibu sama ayah pulang aja, besok kan harus berangkat pagi" ucap Melly.
"Setelah ayah dan ibu diskusi, kami batalkan aja nak" jawab Ayah.
"Ibu mau jaga Kakak kamu aja" lanjut Ibu.
"Gak bisa gitu dong bu, yah. Sayang uangnya dan nanti susah lagi ngurus segala macemnya" jawab Melly sedikit meninggi.
"Pokonya ibu sama ayah tetep berangkat. Biar Melly yang jagain Kakak" jawab Melly tegas.
"Maaf om, tante, Rara potong. Kalau boleh tau om, tante sama Melly mau pergi kemana ya?" tanya Rara hati-hati.
"Besok ayah sama ibu harus berangkat umroh Kak, harusnya hari ini tuh dirumah, istirahat buat besok bukan malah disini" jawab Melly ketus.
"Iya tapi kan, kamu juga kan besok harus ke Jogja untuk tes masuk ke UGM, kampus yang cita-citakan dari dulu!" sambung Ayah.
"Gak apa-apa Yah, biar Melly kuliah di sini aja" jawab Melly.
"Tapi nak.." lanjut ibu.
"Ehm.. gimana kalau yang jagain Arfan, Rara aja" ucap Sofi spontan. "Jadi Om, Tante sama Melly bisa pergi tanpa khawatir siapa yang jagain Arfan. Kita janji deh bakal kasih tau perkembangannya Arfan".
"Ah 'eh iya.. Biar Arfan, kita yang jagain" jawab Rara gelagapan sambil tersenyum paksa.
"Beneran gak apa-apa nih Kak?" tanya Melly.
"Iya bener lah Mel, kan kata kamu Arfan ngingonya nyebut nama Rara terus, jadi siapa tau kalo Rara yang jaga, Arfan bisa sadar" jawab Sofi.
"Yasudah kalau memang nak Rara bersedia menjaga Arfan. Bapak bener-bener berterima kasih sekali karena merasa tertolong dan gak ada yang harus dikorbankan antara pergi umroh dan ujian nya Melly" ucap Ayah Arfan.
"Iya Om sama-sama. Senang bisa membantu" jawab Rara salah tingkah.
"Terima kasih banyak ya sayang. Ibu bener-bener gak tau harus ngomong apa. Ibu titip Arfan ya" ucap Ibunda Arfan terharu sambil memeluk Rara dan juga Sofi.
"Iya tante. Rara bakal jagain Arfan betul-betul" jawab Rara.
"Makasih ya Kak Rara, Kak Sofi" sambung Melly sambil memeluk Rara dan juga Sofi.
"Iya Melly, kamu yang fokus ya ujiannya" jawab Rara.
"Yaudah kalau gitu, kita pamit aja ya Bu, Yah?" tanya Melly kepada ibu dan ayahnya.
"Iya ayo, masih ada yang perlu disiapkan untuk besok" jawab Ayah sambil masuk ke dalam kamar untuk mengambil barang-barang mereka.
"Kita pamit ya sayang. Kebutuhan Afran sudah ada di dalam. Kalau ada apa-apa tolong langsung kabari ya" sambung Ibunda Arfan memeluk kembali Rara dan Sofi.
"Tante sama Om tenang aja, biar fokus sama ibadahya. Kalau ada perkembangan tentang Arfan, pasti Rara langsung kabari" jawab Rara.
"Yaudah nanti kontak Ayah sama ibu aku WA ya. Bye Kak Rara, Kak Sofi" sambung Melly.
Setelah semua pergi.
"Eh cumi, rese banget sih pake ngajuin diri mau jagain Arfan" ucap Rara kesal.
"Siapa yang ngajuin diri. Gue cuma ngajuin lu doang kok" jawab Sofi santai.
"Maksud lo?" Gue jaga sendiri gituh?" tanya Rara.
"Ya iyalah, lu yang meng-iya-kan lho tadi".
"Rara bakal jagain Arfan betul-betul tante" ucap Sofi menirukan Rara.
"Tega banget sih lu masa gue jaga sendiri!" ucap Rara merajuk.
"Lu yang tega kalau minta gue nemenin lu disini Ra. Lu kan tau gue punya pengalaman buruk sama yang namanya rumah sakit. Masa iya gue harus ikutan nginep disini juga".
"Tapi kan gue gak baw.."
"Alat tempur?" potong Sofi. "Tenang tar gue bawain dari rumah. Jadi lu masuk gih, gue mau balik. Udah merinding gue dari tadi disini".
"Seriusan? Lu gak mau masuk dulu liat Arfan" tanya Rara menunjuk ke pintu kamar Arfan.
"Lu mau gue bawain baju gak?" tanya Sofi.
"Ya mau"
"Yaudah gue balik"
"Ihh..!"
"Hahahaha bye Rara, jaga Arfan betul-betul ya nak" ledek Sofi sambil berlalu.
"Rese lu!"
"Salam buat Arfan ya, yang lama gak apa-apa deh tidurnya, biar lu puas mandanginnya hahaha.."
"Dasar cumi..!"
Sofi pergi. Tinggallah Rara berdiri didepan pintu kamar. Memandangi Arfan yang terbaring dari balik kaca kecil yang ada di pintu kamar.
Menarik napas dan membuka pintu perlahan dan masuk perlahan menghampiri Arfan.
"Hai Fan" Ucap Rara duduk sambil menyentuh jemari Arfan.
"Udah berapa lama kamu tidur disini?"
"Kamu bosen tidur dikamar kamu sendiri ya sampe harus tidur di sini? Apa sih gue garing banget haha"
"Fan, udah lama ya kita gak ketemu. Aku mau minta maaf soal kejadian di galery kamu waktu itu.. Aku bener-bener gak tau apa yang aku lakuin. Yang jelas aku minta maaf karena itu pasti nyakitin kamu"
"Aku minta maaf Fan. Karena lagi-lagi aku nyakitin kamu"
"Mungkin aku adalah orang paling jahat dan paling bodoh di muka bumi ini, karena terus nyakitin kamu dengan atau tanpa sadar.
"Sejak kejadian itu, kamu hilang. Kamu gak pernah temuin aku lagi. Bahkan kamu gak pernah hubungi aku. Dan aku juga takut untuk nemuin kamu. Aku cemen ya Fan? Aku yang salah tapi aku gak berani untuk minta maaf duluan ke kamu"
"Waktu itu aku pikir kalau kamu pasti marah dan benci sama aku, makanya kamu menghilang. Dan aku merasa gak pantes untuk dapat maaf dari kamu. Aku ngerasa bersalah karena terus nyakitin kamu dari dulu.."
"Tapi Fan.., semua kejadian itu bikin aku sadar kalau sebenernya aku kehilangan kamu. Aku hampa gak ada kamu. Aku ketergantungan kamu Fan"
"Awalnya aku pikir ini cuma masalah waktu, dari kamu selalu ada di hari-hari aku dan tiba-tiba kamu menghilang. Tapi aku tau rasa ini. Rasa yang sama waktu Radit pergi"
"Fan..aku jatuh cinta sama kamu"
"Dan itu jauh sebelum aku baca surat dari Radit" ucap Rara menunduk dan air matanya jatuh.
"Semua udah terlambat. Bener-bener terlambat.
"Saat chat aku kamu abaikan. Sedih rasanya. Maafin aku Fan kalau selama ini gak peduli keberadaan kamu"
"Kamu sakit dan ngingo nama aku aja itu kaya secercah cahaya untuk aku Fan. Tanda kalau kamu gak benci sama aku. Tapi gak tau deh kalau kamu udah sadar mah"
"Fan.. aku kangen sama kamu. Aku pengen ketemu sama kamu lagi. Tapi gak di rumah sakit begini. Dan gak dalam keadaan kamu seperti ini Fan"
"Please bangun Fan, kasih aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua"
"Fan.. bangun Fan.. Kamu gak bosen apa tidur terus?"
"Kamu tuh lagi ngapain sih sampe bisa kecelakaan dan jadi kaya gini?"
"Fan, masa kamu tega biarin aku ngoceh sendiri tengah malem begini? Bangun dong Fan biar aku gak kaya radio ngomong sendiri begini" lanjut rara sambil mengoyangkan tangan Arfan yang sedari tadi di genggamnya dan kemudian menarik napas panjang.
"Dulu kamu kaya gini ya Fan, aku diemin. Maaf ya Fan ternyata gak enak di cuekin. Aku bener-bener nyesel udah nyia-nyiain kamu. Kamu luar biar biasa sabar ngadepin aku yang sama sekali gak pernah anggap kamu"
Ya Tuhan berapa jahatnya aku sama kamu Fan. Aku bener-bener minta maaf" ucap Rara sambil mencium tangan Arfan dan kemudian di pandanginya wajah Arfan dalam-dalam.
--
"Arfan.. kamu udah bangun?"
"Udah"
"Sejak kapan?"
"Ya lumayan lama lah aku dengerin radio ngoceh"
"Akh seriusan Fan? Kamu dengerin semua omongan aku?"
"Hmm.. kurang lebih lah" jawab Arfan mengganguk sambil senyum meledek.
small;">"Ihh.. kamu jahat banget sih dengerin aku tapi akunya di diemin" ucap Rara sambil cemberut.
"Ya kan namanya juga dengerin radio" jawab Arfan sambil tertawa.
--
Arfan duduk di kursi roda yang di dorong oleh Rara menyusuri lorong rumah sakit menuju taman dan berhenti di ujung koridor yang dindingnya ditumbuhi oleh tanaman merambat.
"Yang kamu bilang semalem itu semua bener Ra?"
"Yaiyalah, kamu kira aku bohong apah?!"
"Jadi..kamu mau dong jadi bagian hidup aku di sisa umur aku?"
"Iya mau" jawab Rara malu.
"Cie.. Hihiy.. Prikitiw.." ejek Novi, Dewi dan Sofi dari arah belakang.
"Iih apaan sih kalian"
"Tau nih ganggu aja deh" sahut Arfan.
"Jodoh emang gak kemana deh" lanjut Nova.
"Eh eh bentar deh, tau gak ini tanggal berapa?" tanya Sofi.
Semua saling pandang dan kompak menjawab "empat keramat" dan kemudian tertawa bersama.
"Yaiyalah, kamu kira aku bohong apah?!"
"Jadi..kamu mau dong jadi bagian hidup aku di sisa umur aku?"
"Iya mau" jawab Rara malu.
"Cie.. Hihiy.. Prikitiw.." ejek Novi, Dewi dan Sofi dari arah belakang.
"Iih apaan sih kalian"
"Tau nih ganggu aja deh" sahut Arfan.
"Jodoh emang gak kemana deh" lanjut Nova.
"Eh eh bentar deh, tau gak ini tanggal berapa?" tanya Sofi.
Semua saling pandang dan kompak menjawab "empat keramat" dan kemudian tertawa bersama.
--TAMAT--
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
BalasHapusBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.